Rabu, 03 September 2014

Menakar Potensi Kawasan Industri di Luar Jadebotabek


JAKARTA,- Padat dan tingginya harga lahan kawasan industri di kawasan Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) membuka kesempatan kawasan-kawasan industri di kota dan kabupaten lainnya di seluruh Indonesia.

Sebut saja kawasan industri di Jawa Barat (Karawang dan Subang), kawasan industri di Jawa Tengah (Semarang, Kabupaten Kendal, dan sekitarnya), Jawa Timur (Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Ngoro dan sekitarnya), Kalimantan Timur (Kariangau dan sekitarnya), bahkan di Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).

Terlebih upah minimum regional daerah-daerah tersebut yang lebih rendah ketimbang di Jadebotabek, membuat peluang pertumbuhan kawasan industri semakin terbuka lebar dengan masa depan cerah.

Demikian rangkuman pendapat yang dikemukakan pengamat dan pengembang kawasan industri kepada Kompas.com.

Menurut Head of Research JLL, Anton Sitorus, distribusi sudah merupakan kebutuhan mendesak. Mengingat banyak industri saat ini mengalihkan orientasi ekspansi bisnisnya ke daerah.
"Jadebotabek sudah terlalu padat, dan kental unsur spekulasinya. Selain tingginya kebutuhan, hal-hal tersebut yang mendongkrak harga lebih tinggi dan tidak feasible lagi untuk kelangsungan bisnis," ujar Anton, Rabu (3/9/2014).

Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, berpendapat serupa. Menurutnya, tingginya harga lahan, kepadatan kawasan industri di Jadebotabek serta Cilegon, dan juga upah minimum buruh pabrik merupakan stimulan utama yang mendorong pertumbuhan kawasan industri di daerah.

"Banyak kemudian perusahaan yang melakukan ekspansi bisnis ke daerah yang mengokupasi lahan kawasan industri tersebut," papar Sanny, Selasa (2/9/2014).

Saat ini saja, menurut Presiden Direktur PT Graha Buana Cikarang., Sutedja Sidarta Darmono, harga aktual lahan di Kawasan Industri Jababeka sudah mencapai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per meter persegi. Harga ini akan berubah dan disesuaikan dengan harga BBM jika jadi dinaikkan.

"Namun, penyesuaian harga tersebut sudah kami antisipasi sebelumnya. Bahkan, tanpa harus menunggu harga baru BBM, kami secara periodik menaikkan harga lahan sebesar 2,5 persen hingga 5 persen per empat bulan," papar Sutedja, Selasa (2/9/2014).

Sutedja mengamini faktor-faktor utama pendukung pertumbuhan kawasan industri di daerah. Upah minimum buruh, kata dia, merupakan motivasi paling kuat yang mendorong PT Graha Buana Cikarang membuka kawasan industri di Kabupaten Kendal.

"Upah minimum buruh di Jawa Tengah masih lebih kompetitif ketimbang di Jadebotabek. Lebih dari itu, kami ingin menangkap peluang arus investasi yang masuk tahun ini, terutama perusahaan-perusahaan asing. Oleh karena itulah, kami menggandeng Sembawang Corp yang familiar dengan perusahaan multinasional sehingga kami bisa berharap membawa mereka untuk beroperasi di Kendal," tutur Sutedja.

Meskipun secara umum, pertumbuhan kawasan industri selama kuartal I 2014 melambat, namun potensi munculnya kawasan-kawasan industri baru terbuka lebar. Pasalnya, Undang-undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, mengharuskan perusahaan-perusahaan manufaktur baru untuk beroperasi di dalam kawasan industri.

"Saya prediksikan sepanjang tahun 2014 ini, lahan kawasan industri yang terserap seluas 350 hektar. Jauh menurun ketimbang kinerja tiga tahun terakhir. Pada 2011 terserap 1.200 hektar, 2012 terserap 650 hektar dan 2013 terserap 450 hektar. Perusahan otomotif masih menjadi penggerak utama dengan motornya Yamaha, Toyota, Honda dan Suzuki," jelas Sanny.


Berikut potensi-potensi kawasan industri di luar Jadebotabek:

Karawang dan Subang
Menurut Sanny, Karawang diuntungkan karena posisinya di tengah-tengah antara Jakarta dan Cirebon yang dapat diakses dari tol Jakarta-Cikampek dan kelak Cikampek-Palimanan. Selain itu, harga jual lahan atau kavling relatif masih lebih rendah ketimbang kawasan industri di Bekasi, Cikarang atau Cilegon.

Sementara Subang, menjadi incaran karena dekat dengan bakal Pelabuhan Cilamaya dan juga akses tol Cikampek-Palimanan sehingga aktivitas distribusi industri manufaktur bisa dikirim melalui Pelabuhan Cirebon dan juga Cilamaya.

"Kedua daerah ini akan tumbuh dan berkembang seiring terbatasnya pasokan di Bekasi. Perusahaan-perusahaan manufaktur akan menjadikan Karawang dan Subang sebagai basis ekspansi baru," kata Sanny.

Jateng dan Jatim

Selain di Jawa Barat, kawasan industri lainnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, juga mendapat pengaruh akibat padatnya kawasan industri di Bekasi dan Cikarang.

Menurut Sanny, Jawa Tengah (Semarang, Kabupaten Kendal dan sekitarnya) dan Jawa Timur (Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Ngoro dan sekitarnya) punya potensi tak kalah besar untuk menjadi basis pertumbuhan kawasan industri yang melayani perusahaan Nasional dan Multinasional.

"Perusahaan-perusahaan dengan jenis industri spesifik yang padat karya seperti industri makanan, minuman, dan consummer goods, akan membuka pabriknya di kawasan industri Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka membuka pabrik baru sebagai bagian dari ekspansi bisnis dan ada juga perusahaan yang baru membuka pabrik di kawasan industri sesuai UU No 3 Tahun 2012 yang mengharuskan perusahaan mengoperasikan pabriknya di kawasan industri," kata Sanny.

Sanny optimistis Jawa Tengah dan Jawa Timur akan tumbuh pesat. Hal ini didorong oleh faktor tenaga kerja yang berlimpah dan juga upah mininum.

"Dua faktor tersebut menjadi pemicu diliriknya kawasan-kawasan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh perusahaan baru atau yang sudah beroperasi di Bekasi dan Cikarang namun ingin berekspansi atau bahkan merelokasi usahanya," tandas Sanny.

Tak mengherankan, catatan penjualan selama kuartal 2014 saja, menurut data HKI, terjual seluas 20 hektar lahan kawasan industri di Jawa Tengah, dan 35 hektar lahan kawasan industri di Jawa Timur.

Luar Jawa
Sementara kawasan industri di luar Pulau Jawa, kata Sanny, kental dengan bisnis natural resources. Sebut saja Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan, Kalimantan Timur. Kawasan industri ini melayani perusahaan-perusahaan domestik dan asing yang bergerak di sektor komoditas hasil bumi dan turunannya.

"Begitupula dengan Kawasan Industri Makassar yang melayani perusahaan-perusahaan berbasis usaha kelapa sawit, kopi, karet, dan lain-lain," imbuh Sanny.

Namun demikian, kawasan-kawasan industri di luar Pulau Jawa, punya masa depan cerah hanya jika pemerintah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur.

"Pembangunan infrastruktur merupakan pendukung utama bergeraknya sektor kawasan industri. infrastruktur tak hanya menyangkut akses jalan, namun juga pelabuhan yang mengakomodasi kebutuhan perusahaan-perusahaan di akwasan industri bersangkutan," tandas Anton.

0 komentar:

Posting Komentar