www.nytimes.com
Masi
membuat tembok bertingkat yang diawali dengan mendirikan tembok
sepanjang eksterior. Tembok tersebut bertujuan untuk menghalau suara.
Untuk material bangunan, dia menggunakan beton yang dicor. Beton
tersebut dilapisi juga dengan papan kayu cemara sehingga rumah menyatu
dengan lingkungan.
Jakarta- Arsitektur Paul Masi, pemilik
perusahaan arsitektur Bates-Masi, membeli tanah seharga 840 ribu dollar
AS untuk membangun kediaman bagi keluarganya pada 2 tahun lalu. Di rumah
yang ia bangun sendiri itu, Masi tinggal bersama istrinya, Liz, dan
ketiga anaknya.
Masi mengatakan, bahwa di rumahnya semua pergerakan, bahkan yang sekecil apapun, dapat terdengar jelas. Mengapa begitu?
Reporter Nytimes sempat mengunjungi rumahnya bertepatan dengan hari libur di Hamptons. Suasana saat itu didominasi antrean panjang kafe, macet yang panjangnya berkilo-kilo meter, serta keramaian di sekitar Times-Square. Namun, di dalam kediaman Masi, sama sekali tidak terdengar bising apa pun. Kediamannya sunyi senyap. Suara yang terdengar hanya kicauan burung.
"Ketika Anda keluar dan menuju jalan, Anda baru benar-benar mendengar bising kemacetan. Di sini, Anda tidak akan menemukan itu," kata Masi.
"Hilangnya" suara-suara itu adalah akibat dari desain rumah Masi. Untuk mengantisipasi masalah kebisingan, Masi memulai studinya tentang suara, mempelajari kembali proyek-proyek lamanya, dan mempelajari bagaimana suara mempengaruhi ruang.
Masi dan istrinya berdiskusi tentang bagaimana suasana rumah yang mereka inginkan. Mereka pun sadar, bahwa apa yang mereka tidak sukai dari rumah terdahulunya adalah karena dekat area hutan. Rumah mereka sebelumnya menggunakan tembok Sheetrock dan lapisan kaca keras.
"Kami sadar, kami tidak suka menghibur beberapa kelompok orang, karena mereka lebih ramai dari kami," kata Masi.
Untuk rumah barunya, Masi membuat tembok bertingkat yang diawali dengan mendirikan tembok sepanjang eksterior. Tembok tersebut bertujuan untuk menghalau suara. Untuk material bangunan, dia menggunakan beton yang dicor. Beton tersebut dilapisi juga dengan papan kayu cemara sehingga rumah menyatu dengan lingkungan.
Rumah seluas 297,29 meter persegi itu terdiri dari dua lantai. Untuk membangunnya, Masi menghabiskan biaya hampir 2 juta dollar AS atau setara Rp 22 miliar.
Di dalam rumah itu terdapat fitur unik, yakni sebuah perangkat audio. Anak tangga, misalnya, jika diinjak akan memunculkan bunyi berbeda sesuai frekuensi seseorang yang menginjaknya. Semakin ke atas, bunyinya akan menebal. Sebaliknya, semakin ke bawah, bunyinya akan semakin mengecil.
Tembok rumah pada ruang tengahnya diselimuti lapisan berbulu abu-abu dengan papan kayu cemara yang dihubungkan dengan metal bracket. Ternyata, lapisan bulu itu membantu menyerap suara ketika tembok kaca tertutup, dan papannya bisa disesuaikan, bahkan dipindah-pindahkan.
Dibuat tersembunyi
Masi memiliki alasan lain dalam bereksperimen dengan suara. Sebagai arsitek modern, dia ingin menyangkal pandangan umum yang mengatakan bahwa modern itu dingin.
Di rumah Masi, terdapat kehangatan yang terasa jelas, karena kayu cemara dan oak menyelimuti interior ruangan, dan penggunaan material yang stylish seperti marmer putih (pada kamar mandi utama) dan baja lapuk (pada tangga dan sekitar perapian). Meski begitu, rumahnya tidak dapat terlepas dari anggapan dunia modern lainnya, yakni kehampaan.
Pada ruang tengah, terdapat sedikit sekali furnitur, selain sebuah meja beberapa bangku. Sepasang tangga di ruang tidur juga dihias dengan sederhana. Bahkan, kamar tidur anak-anak mereka, anehnya, sama sekali tidak terlihat berantakan.
Begitu juga dengan dapurnya. Tak ada piring kotor, tidak terlihat peralatan memasak, bahkan tidak ada tanda-tanda makanan pernah disiapkan atau dikonsumsi di sana. Ternyata, peralatan tersebut disimpan dalam sebuah lemari kaca, yang menyimpan seluruh realitas kehidupan domestik mereka.
"Semuanya dibuat tersembunyi," kata Masi.
Masi mengatakan, bahwa di rumahnya semua pergerakan, bahkan yang sekecil apapun, dapat terdengar jelas. Mengapa begitu?
Reporter Nytimes sempat mengunjungi rumahnya bertepatan dengan hari libur di Hamptons. Suasana saat itu didominasi antrean panjang kafe, macet yang panjangnya berkilo-kilo meter, serta keramaian di sekitar Times-Square. Namun, di dalam kediaman Masi, sama sekali tidak terdengar bising apa pun. Kediamannya sunyi senyap. Suara yang terdengar hanya kicauan burung.
"Ketika Anda keluar dan menuju jalan, Anda baru benar-benar mendengar bising kemacetan. Di sini, Anda tidak akan menemukan itu," kata Masi.
"Hilangnya" suara-suara itu adalah akibat dari desain rumah Masi. Untuk mengantisipasi masalah kebisingan, Masi memulai studinya tentang suara, mempelajari kembali proyek-proyek lamanya, dan mempelajari bagaimana suara mempengaruhi ruang.
Masi dan istrinya berdiskusi tentang bagaimana suasana rumah yang mereka inginkan. Mereka pun sadar, bahwa apa yang mereka tidak sukai dari rumah terdahulunya adalah karena dekat area hutan. Rumah mereka sebelumnya menggunakan tembok Sheetrock dan lapisan kaca keras.
"Kami sadar, kami tidak suka menghibur beberapa kelompok orang, karena mereka lebih ramai dari kami," kata Masi.
Untuk rumah barunya, Masi membuat tembok bertingkat yang diawali dengan mendirikan tembok sepanjang eksterior. Tembok tersebut bertujuan untuk menghalau suara. Untuk material bangunan, dia menggunakan beton yang dicor. Beton tersebut dilapisi juga dengan papan kayu cemara sehingga rumah menyatu dengan lingkungan.
Rumah seluas 297,29 meter persegi itu terdiri dari dua lantai. Untuk membangunnya, Masi menghabiskan biaya hampir 2 juta dollar AS atau setara Rp 22 miliar.
Di dalam rumah itu terdapat fitur unik, yakni sebuah perangkat audio. Anak tangga, misalnya, jika diinjak akan memunculkan bunyi berbeda sesuai frekuensi seseorang yang menginjaknya. Semakin ke atas, bunyinya akan menebal. Sebaliknya, semakin ke bawah, bunyinya akan semakin mengecil.
Tembok rumah pada ruang tengahnya diselimuti lapisan berbulu abu-abu dengan papan kayu cemara yang dihubungkan dengan metal bracket. Ternyata, lapisan bulu itu membantu menyerap suara ketika tembok kaca tertutup, dan papannya bisa disesuaikan, bahkan dipindah-pindahkan.
Dibuat tersembunyi
Masi memiliki alasan lain dalam bereksperimen dengan suara. Sebagai arsitek modern, dia ingin menyangkal pandangan umum yang mengatakan bahwa modern itu dingin.
Di rumah Masi, terdapat kehangatan yang terasa jelas, karena kayu cemara dan oak menyelimuti interior ruangan, dan penggunaan material yang stylish seperti marmer putih (pada kamar mandi utama) dan baja lapuk (pada tangga dan sekitar perapian). Meski begitu, rumahnya tidak dapat terlepas dari anggapan dunia modern lainnya, yakni kehampaan.
Pada ruang tengah, terdapat sedikit sekali furnitur, selain sebuah meja beberapa bangku. Sepasang tangga di ruang tidur juga dihias dengan sederhana. Bahkan, kamar tidur anak-anak mereka, anehnya, sama sekali tidak terlihat berantakan.
Begitu juga dengan dapurnya. Tak ada piring kotor, tidak terlihat peralatan memasak, bahkan tidak ada tanda-tanda makanan pernah disiapkan atau dikonsumsi di sana. Ternyata, peralatan tersebut disimpan dalam sebuah lemari kaca, yang menyimpan seluruh realitas kehidupan domestik mereka.
"Semuanya dibuat tersembunyi," kata Masi.
0 komentar:
Posting Komentar